Desember 10, 2008

Tanggapan terhadap artikel dengan judul "Pengembangan Profesionalisme Guru Yang Berkelanjutan"

Topik ini sungguh menarik untuk didiskusikan.
Pembaca yang terhormat, terkait dengan profesionalisme guru dan pengembangannya dilihat dari Undang-ndang dan Peraturan Pemerintah yang mengaturnya, penulis memiliki pengalaman sebagai berikut:

Dalam perjalanan pada hari Senin, 8 Des 2008 penulis duduk berselang 2 kursi pada suatu Bus dengan seorang pria paruh baya yang dari topik pembicaraannya penulis yakin beliau berprofesisebagai seorang kepala sekolah. Penulis beberapa kali mendengar pernyataan dari beliau sebagai berikut "Seorang pendidik yang bisa disebut sebagai guru adalah pendidik yang lulus sertifikasi". Penulis sebagai pendengar merasa terpanggil untuk merenungkannya, sehingga ada beberapa pertanyaan dalam benak yang memerlukan tanggapan dari para pembaca tercinta:
  1. Menurut pembaca tercinta, setujukah bahwa hanya pendidik pada tingkat sekolah hanya yang lulus sertifikasi layak disebut "guru"??
  2. Jika dikaji dari sistem penjaminan mutu pendidikan pada suatu sekolah, apakah semakin banyak guru yang lulus sertifikasi dalam satu sekolah mempengaruhi tingkat mutu sekolah bersangkutan?
Silahkan Post Comment di bawah ini
Thank You (Jero)

PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) MATEMATIKA

Seiring dengan perkembangan jaman, literasi matematika di era modern ini menuntut penambahan kompetensi dari literasi matematika di era lampau. Kompetensi yang ditambahkan dalam literasi matematika modern yaitu kemampuan bernalar dan bekerja dengan matematika (Gunawan, 2006). Kemampuan bernalar (Reasoning) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat menentukan kesuksesan di era global ini, oleh karena itu pembelajaran matematika setidaknya harus melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk bernalar. Bahkan, Murtiyasa pada salah satu makalahnya menuliskan “Pada hakekatnya matematika adalah metode berpikir, metode untuk memecahkan masalah”. Terkait dengan proses pembelajarannya, Sawyer (dalam Shadiq, 2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar mereka. Sehingga, pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving)-lah yang menjadi keharusan selama pembelajaran matematika berlangsung (Shadiq, 2004)

Masalah dan Pemecahan Masalah

Cooney, et al (dalam Shadiq, 2004) menyatakan sebagai berikut: “….for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.” Ini berarti bahwa tidak semua pertanyaan merupakan masalah. Jadi, termuatnya “tantangan” serta “belum diketahuinya prosedur rutin” pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikannya suatu pertanyaan menjadi “masalah”.

Proses Pemecahan Masalah

Untuk memecahkan suatu pertanyaan yang dikategorikan senagai “masalah” diperlukan langkah-langkah tertentu. Terdapat empat (4) langkah/fase pemecahan masalah menurut Polya, yaitu:

  • Memahami masalahnya. Dalam hal ini, pemecah masalah harus mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
  • Merencanakan cara penyelesaian

  • Memecahkan masalah sesuai dengan rencana

  • Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Strategi Pemecahan Masalah

Beberapa strategi pemecahan masalah yang sering digunakan, diantaranya:

  • Mencoba-coba (Trial and eror)

  • Membuat diagram

  • Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

  • Membuat tabel

  • Menemukan pola

  • Memecah tujuan

  • Memperhitungkan setiap kemungkinan

  • Berpikir logis

  • Bekerja mundur (bergerak dari belakang)

  • Mengabaikan hal yang tidak mungkin

Jenis Masalah

  • Masalah rutin, biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari.

  • Masalah tidak rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.

Contoh: Sepuluh mata uang logam seratus rupiah diletakan di atas meja. Anda diijinkan untuk mengambil satu atau dua buah mata uang tersebut setiap satu kali pengambilan. Dengan berapa cara Anda dapat mengambil semua uang tersebut?

Sementara itu, Shadiq (2004) mengklasifikasikan dua macam masalah, yaitu sola cerita (Textbook word problem) dan masalah proses (Process problem). Disamping itu, dilihat dari

Refrensi

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan dalam diklat instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika Yogyakarta.

Gunawan, Hendra dkk. 2006. Kemampuan Matematika Siswa Usia 15 Tahun di Indonesia. Puspendik.

Murtiyasa, Budi. Strategi pengembangan pembelajaran matematika Pada abad XXI. http://bdmurtiyasa.350.com/publiksi/strmat21UMS02.pdf (diakses 31 Nop 2008).

CONTOH MASALAH MATEMATIKA (NON-RUTIN)

Beberapa masalah Matematika non-rutin:
  1. Sepuluh mata uang logam seratus rupiah diletakan di atas meja. Anda diijinkan untuk mengambil satu atau dua buah mata uang tersebut setiap satu kali pengambilan. Dengan berapa cara Anda dapat mengambil semua uang tersebut?
  2. Anda mempunyai lima buah koin: Rp. 50, Rp. 100, Rp. 200, Rp. 500, dan Rp. 1000. Anda juga mempunyai dua buah kotak yang identik. Dengan berapa cara yang berbeda koin-koin ini dapat dimasukan ke dalam kedua kotak sehingga paling sedikit ada sebuah koin di setiap kotak?
  3. Sebuah kotak tanpa tutup dibentuk dari selembar kertas karton berukuran 9 x 12 cm, yang setiap sudutnya dipotong berbentuk persegi dengan ukuran yang sama, kemudian lipat sisi tepinya ke atas. Berapa ukuran persegi yang harus dipotong pada setiap sudutnya untuk memperoleh sebuah kotak dengan volume maksimum?
  4. Irwan sedang melaksanakan upacara perkawinan. Pada urutan pertama, tamu yang datang sebanyak satu orang, kemudian pada urutan kedua tamu yang datang tiga orang. Setelah itu setiap urutan kedatangan tamu, jumlahnya selalu bertambah 2 orang dari banyak kelompok tamu pada urutan sebelumnya. Berapa banyak tamu yang datang sampai urutan keduapuluh?
  5. Berapa digit satuan dari 3 pangkat bilangan yang menunjukkan tahun ini?
***

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA JENJANG SMP/MTs.

Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan perubahan paradigma pembelajaran dari “pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered)”. Untuk memperjelas amanat tersebut maka dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar Isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ditinjau dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, berikut akan dikaji metode pembelajaranan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar Matematika pada tingkat SMP dengan memperhatikan tiga (3) standar yang pertama, yaitu:
1. Standar Isi. Standar isi merupakan standar nasional pendidikan yang mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi mata pelajaran, kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan/akademik, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi pendidikan di Indonesia dijabarkan dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006. Dalam bagian struktur kurikulum SMP/MTs Permendiknas ini, Matematika di SMP/MTs dari kelas VII sampai kelas X mendapatkan alokasi waktu masing-masing 4 jam pelajaran untuk setiap minggunya.
2. Standar Proses. Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Terkait dengan standar proses (standar proses pembelajaran), telah ditetapkan Permendiknas No. 41 tahun 2007. Dalam Permendiknas ini diuraikan bahwa pada kegiatan inti proses pembelajaran harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi­tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mewujudkannya digunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela­jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya.
Sesuai dengan tuntutan standar proses pembelajaran ini, maka pembelajaran matematika pada jenjang SMP/MTs diharapkan menggunakan pendekatan konstruktivisme, pemecahan masalah, pendekatan Open-ended dengan diikuti oleh penerapan metode diskusi, metode penemuan (inquiry), metode penemuan terbimbing, dan penugasan.
a. Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan dikonstruksi sendiri oleh siswa dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimiliki. Dengan demikian paradigma pembelajaran peserta didik dapat terwujudkan.
b. Pendekatan pemecahan masalah dengan metode penugasan dan diskusi dapat merangsang pasrtisipasi aktif siswa serta memancing kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar.
c. Sementara itu, pendekatan Open-ended pada proses pembelajran matematika dapat merangsang interaksi siswa serta mampu memancing timbulnya inspirasi serta kreativitas siswa dalam menghadapai permaslahan yang sama dan menyelesaikannya dengan cara yang bervariasi.
3. Standar kompetensi lulusan. Standar nasional pendidikan tentang kualifikasi kemampuan ulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.
Dalam Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan disebutkan beberapa standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa SMP/MTs. Beberapa poin yang berkaitan dengan matematika yaitu standar kompetensi poin ketujuh, kesembilan dan keenambelas.
a. SKL ke-7 (Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif). Standar Kompetensi Minimal ini dapat dicapai apabila dalam proses pembelajaran matematika diterapkan pendekatan konstruktivisme, pemecahan masalah, dan pendekatan open-ended. Sementara itu, kompetensi “kritis” dapat dicapai dengan menggunakan metode diskusi dan kompetensi “berfikir logis, kreatif dan inovatif” dapat dicapai dengan metode penemuan, termasuk penemuan terbimbing.
b. SKL ke-9 (Menununjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari). Dari Standar kompetensi ini tersirat jelas bahwa pendekatan yang diharapkan untuk digunakan pada proses pembelajaran matematika adalah pendekatan pemecahan masalah.
c. SKL ke-16 (Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien). Standar kompetensi ini akan tercapai melalu model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan dan metode pembelajaran yang menyesuaikan pada tuntutan materi.
Disamping itu, dari tujuh (7) standar kompetensi yang diharapkan pada mata pelajaran Matematika di SMP/MTs, secara umum siswa SMP/MTs diharapkan mempunyai dua kompetensi, yaitu: Pertama, memahami konsep-konsep materi matematika untuk jenjang SMP/MTs dan mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah, dan Kedua. Memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif Serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Kedua kompetensi tersebut akan tercapai apabila pembelajaran matematika pada jenjang SMP/MTs menerapkan Model pembeljaran kooperatif dengan pendekatan (konstruktifis, pemecahan masalah, Open-ended, realistik) dan menggunakan metode (diskusi, penemuan, penemuan terbimbing, dan penugasan). Disinilah dituntut kemampuan guru untuk memilih metode pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai dengan karakteristik materi ajar.

By: Jero Budi D

Refleksi Filsafat Ilmu (Membangun Dunia sendiri) Rabu, 3 Desember 2008

Setiap hari, berbagai surat kabar dan media elektronik menayangkan berbagai informasi tentang peristiwa dan fenomena yang terkadang terjadi di luar akal sehat dan tidak bisa dianalisis dengan logika. Berbagai peristiwa yang dimaksud terkait dengan perampokan, kasus mutilasi, kekerasan dalam rumah tangga, atraksi sebagian orang yang memanipulasi tubuhnya untuk kepentingan popularitas, serta berbagai fenomena lain di belahan dunia ini. Jika dikaji secara filsafat, dapat dipahami bahwa semua kejadian itu merupakan salah satu bagian dari usaha setiap insan dalam kaitannya dengan keinginan untuk membangun “dunia-nya” sendiri. Namun, perlu juga disadari bahwa dalam usaha membangun “dunia-nya” sering terjadi pemaksaan kehendak dan pengikisan terhadap kebebasan orang lain terutama orang-orang disekitar (adik, teman, orang tua, pasangan hidup, ataupun anak). Kejadian seperti ini lebih familiar disebut Doktrinisasi dalam keluarga yang pada akhirnya bermuara terciptanya api dendam yang berpuncak pada suatu pertikaian. Pertikaian dalam lingkup keluarga yang diakibatkan oleh doktrin berlebihan akan meluas ke dunia sekitar, sehingga terjadi fenomena diluar batas kewajaran. Dan dari sini bisa dipastikan bahwa salah satu hal sebagai penyebab berbagai fenomena di belahan dunia ini adalah doktrin berlebihan.

Oleh karena itu, berikanlah kesempatan setiap insan untuk membangun dunia-nya sendiri semasih dalam batas kewajaran dan akan lebih baik jika kita mampu bersatu untuk membangun dunia kita dalam lingkup yang sejalan.

Jero Budi D

Desember 09, 2008

Reflection on Science Philosophy

In a union (family, husband and wife, court) doctrine is one of the causes of the dispute. So what if we all accepted it in terms of philosophy?

In a discussion about the issue, I am finally get an understanding of that doctrine to avoid excessive weakness of the nation, we must be capable of empathy because basically we all do an activity because we are building the world each of us. Even not only human, that is all around us always strive to build the world respectively.
So, to create peace in a status of the respect that every human being to build a world attitude that needs to be developed.

Build the world so each of us is not harmful for people around us.

Jero Budi