Desember 30, 2008

Sekilas Tentang "Istilah Filsafat" dalam Karya-karya Bapak Dr. Marsigit yang diposting dalam blog: marsigitphilosophy.blogspot.com

  • Menurut aristoteles matematika adalah idealisasi dari benda-benda.
  • Bilangan infinit di satu sisi dapat dipandang sebagai aktual tetapi disisi lain dapat juga dipandang sebagai potensi, pandangan ini dikemukakan oleh Kaum intuisionis: Brouwer
  • Menurut Heyting (penerus Brouwer) bilangan infinit sebagai salah satu kenyataan transenden
  • Sejak dahulu kaum Rasionalis yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Leibniz berpendapat bahwa konsep matematika melekat ”innate” pada pikiran kita.
  • David Hume dan John Locke (kaum Empiris) berpendapat bahwa pengetahuan matematika diturunkan melalui pengalaman indrawi.
  • Pandangan ini diteruskan oleh John Stuart Mill sebagai Empirism yang menyatakan bahwa pemahaman matematika diperoleh dari pengalaman dan kebenaran matematika diperoleh dengan melakukan generalisasi kegiatan penemuan konsep-konsep empiris.
  • Immanuel Kant, matematika bersifat sintetik a priori.
  • Pengetahuan matematika di satu sisi bersifat ”subserve” yaitu hasil dari sintesis pengalaman empiris.
  • Disisi lain matematika bersifat ”superserve” yaitu pengetahuan a priori sebagai hasil dari konsep matematika yang bersifat immanen dikarenakan didalam pikiran kita terdapat kategori-kategori yang memungkinkan kita dapat memahami matematika tersebut.
  • Pada akhir abad ke 19 Cantor mengembangkan teori himpunan.
  • ”Jika sistem matematika bersifat lengkap maka pastilah dia tidak konsisten, dan jika sistem matematika konsisten maka pastilah dia tidak lengkap” yang disebut sebagai teori ketidak-lengkapan Kurt Godel (Murid dari Hilbert)
  • Era filsafat kontemporer, para filsuf dan matematikawan melihat kenyataan bahwa matematika bersifat ”multi-facet”
  • Kaum ”social constructivist” memandang bahwa matematika merupakan karya cipta manusia dalam kurun waktu tertentu.
  • Matematikawan yang sekaligus sebagai filsuf adalah: Descartes, Leibniz, Bulzano, Dedekind, Frege, Brouwer, Hilbert, Goodel, dan Weyl.
  • Pada abab ke-20 Cantor diteruskan oleh Sir Bertrand Russel mengmbangkan Teori Himpunan dan teori Tipe dengan tujuan menggunakannya sebagai pondasi matematika.
  • Kaum intusisionis tidak bisa menerima aturan logika bahwa ”a atau b” bernilai benar untuk a bernilai benar dan b bernilai benar.
  • Menurut kaum intuisionis, bilangan infinit bersifat potensial
  • Jika bukti selalu bertumpu pada aksioma maka pada akhirnya kita akan menjumpai ”infinit regress” karena secara filosofis kita masih mempertanyakan keabsahan dan kebenaran aksioma.
  • Hanes Leitgeb telah menyelidiki penggunaan matematika dalam filsafat dan menyatakan bahwa metode matematika mempunyai kedudukan penting di Filsafat.
  • Joseph N. Manago dalam bukunya ”Mathematical Logis and The Philosophy of God and Man” mendemonstasikan filsafat dengan menggunkan metode matematika untuk membuktikan Lemma bahwa terdapat makhluk yang bersifat “eternal”
  • Menurut kaum pondasionalis empiris, terdapat unsur dasar pengetahuan dimana nilai kebenaranya lebih dihasilkan oleh hukum sebab-akibat daripada argumen-argumennya.
  • Immanuel Kant menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh kebenaran matematika adalah memperlakukan matematika sebagai pengetahuan a priori.
  • Kant menyatakan bahwa kita tidak dapat mengetahui esensi dibalik phenomena yang disebut noumena
  • Immanuel Kant berpendapat bahwa tiga cabang matematika yaitu logika, aritmetika, dan geometri yang ketiganya saling lepas dan bersifat analitik
  • Dalam The Critique of Pure Reason an The Prolegomena to Future Any Future Methaphisics Kant menyatakan bahwa kebenaran matematika bersifat sintetik a priori bukanya analitik.
  • Peranan Teori Pengetahuan dari Immanuel Kant dapat disoroti dari penerapan doktrin Immanuel Kant terhadap aljabar dan geometri yang menyimpulkan bahwa Aljabar adalah ilmu tentang waktu dan geometri adalah ilmu tentang ruang.
  • Untuk mengetahui kedudukan matematika dalam konteks keilmuan, kita dapat menggunakan bahasa ”analog”. Jadi kita mempunyai pemikiran bahwa ”ada’nya matematika ”analog” dengan ”ada”nya objek-objek lain di dalam kajian filsafat.
  • Pengetahuan matematika yang bersifat subserve berasal dari eviden; sedangkan pengetahuan matematika yang bersifat superserve berasal dari immanensi di dalam pikiran kita.
  • Menurut Immanuel Kant kesadaran Matematika selalu bersifat bi-polar yaitu sadar akan makna matematika.
  • Jika seseorang menguasai matematika hanya untuk dirinya maka pengetahuan matematika bersifat intrinsik
  • Jika seseorang menguasai matematika dan bisa menerapkan untuk kehidupan sehari-hari maka pengetahuan matemtika bersifat ekstrinsik
  • Dan Jika seseorang menguasai matematika dan mampu mengembangkannya dalam kancah pergaulan matemtika maka pengetahuan bersifat sistemik.
  • Ketika berusaha untuk mendefinisikan matemtika, maka akan menemui ”infinit regress” yaitu penjelasan tiada akhir dari pengertian yang dimaksud.

*****

Desember 29, 2008

Refleksi Karya Bapak Dr. Marsigit “Gerakan Reformasi untuk Menggali dan Mengembangkan Nilai-Nilai Matematika untuk Menggapai Kembali Nilai-Nilai Lu

Target perkembangan suatu bangsa adalah bagaimana bisa bersaing dalam kancah internasional.Untuk mampu bersaing pada tingkat internasional, terdapat berbagai aspek yang perlu dibenahi dan dikembangkan. Dalam usaha pengembangan semua aspek tersebut, diperlukan pondasi yang kuat yaitu sumber daya masusia (SDM). Berbicara SDM, berarti tidak bisa lepas dari dunia pendidikan. Sebaliknya dalam perkembangan pendidikan, terapat berbagai aspek yang saling terkait seperti: keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan geografis. Oleh karena itu, untuk mampu ikut andil dalam persaingan internasional perlu dikaji kembali kondisi pendidikan saat ini ditinjau dari berbagai aspek tersebut, apa yang perlu dibenahi? Apa yang perlu disediakan? Sasaran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjangnya seperti apa?, serta criteria apa saja yang harus dipenuhi sehingga mampu bersaing pada tingkat internasional?.
Terkait dengan pertanyaan tersebut, Bapak Dr. Marsigit dalam salah satu makalahnya yang di posting dalam blog dengan alamat: marsigitphilosophy.blogspot.com
Memberikan gambaran kondisi pendidikan (khususnya pendidikan Matematika) di Indonesia saat ini serta tuntutan/kriteria yang harus dipenuhi untuk mampu bersaing tingkat internasional. Dalam makalah beliau dengan judul “Gerakan Reformasi untuk Menggali dan Mengembangkan Nilai-Nilai Matematika untuk Menggapai Kembali Nilai-Nilai Luhur Bangsa Menuju Standar Internasional” disampaikan bahwa diperlukan adanya reformasi dalam bidang pendidikan. Reformasi dalam bidang pendidikan menyangkut dua hal secara umum yaitu reformasi secara makro dan reformasi secara mikro. Secara mikro, beberapa hal yang perlu dibenahi yaitu system pengelolaan pendidikan yang masih menganut sistem sentralisasi, pemangkasan praktek KKN di bidang pendidikan, serta pembenahan dari segi prestasi matematika yang selama ini masih berada di urutan belakang. Sementara itu, secara mikro beberapa hal yang perlu dikembangkan yaitu inovasi guru dalam mengajar dan kesadaran pemerintah untuk memberdayakannya. Dengan adanya beberapa aspek yang perlu dibenahi, maka reformasi di bidang pendidikan mutlak untuk dilaksanakan sebagai agenda nasional dengan alasan yang mendasari yaitu perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat.
Selain reformasi dari pendidikan itu sendiri, reformasi paradigma pendidikan juga merupakan suatu permasalahan penting. Reformasi paradigma pendidikan selayaknya memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berinisiatif dalam berbagai aspek secara terbuka dan transparan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam bidang pendidikan, terjadinya pergeseran titik pusat pembelajaran dari pendidik ke siterdidik sehingga peran guru juga bergeser dari fungsi sebagai pemberi ilmu menjadi fungsi guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar.
Secara khusus, dalam pembelajaran matematika perlu dikaji kembali nilai-nilai matematika serta pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis dalam menjelaskan matematika itu sendiri. Dalam kaitanya dengan pendekatan ontologis maka arah utama yang ingin dicari adalah akar terdalam dari kenyataan matematika yang secara implisit termuat bersamaan dengan mengadanya pelaku matematika. Pendekatan ontologis dalam memahami kenyataan matematika merupakan lingkaran hermenetik antara pengalaman dan mengada tanpa bisa dikatakan mana yang lebih dahulu. Pertanyaan berikutnya adalah dapatkah kita mendefinisikan matematika? merupakan pertanyaan yang ada kaitanya dengan pendekatan epistemologi. Salah satu cara dalam pendekatan ini yaitu dengan menggunakan bahasa “analog” dimana kita bisa berpikir bahwa “ada”-nya matematika “analog” dengan “ada”-nya objek-objek lain di dalam kajian filsafat. Sementara itu, pendekatan aksiologis mempelajari secara filosofis makna dan nilai dai matematika. Apakah nilai dari kenyataan matematika bersifat intrinsik, ekstrinsik, atau sistemik? Jika seseorang menguasai matematika hanya untuk dirinya maka pengetahuan matematikanya bersifat intrinsik, jika dia mampu menerapkan matematika untuk kehidupan sehari-hari maka pengetahuan matematikanya bersifat ekstrinsik, dan jika dapat mengembangkan matematika dalam lingkup pergaulan matematika maka pengetahuan matematikanya bersifat sistemik. Oleh karena itu dapat dibuat hubungan antar ketiga sifat tersebut yaitu sifat sistemik memuat sifat ekstrinsik dan sifat ekstrinsik sendiri memuat sifat intrinsik.
Melihat kembali harapan untuk mampu bersaing tingkat internasional maka perlu juga diperhatikan standar yang digunakan secara internasional. Dalam bidang pendidikan, aspek yang penting untuk ditelaah yaitu standar internasional dari sisi legalitas dan substansial. Dari sisi legalitas, diperlukan pengakuan dunia terhadap suatu institusi pendidikan tertentu, Sementara dari sisi substansial mencakup: reformasi paradigma, pandangan tentang hakekat matematika, hakekat matematika sekolah, hakekat siswa belajar matematika, hakekat metode pembelajaran, hakekat sumber-sumber ajar, hakekat asesment, dan sebagainya. Mencakup juga sistem pembelajaran dan metode yang selayaknya digunakan. Dan untuk mengukur apakah suatu instutusi pendidikan mampu untuk memenuhi kriteria standar internasional, terdapat setidaknya 85 rambu-rambu yang perlu untuk diperhatikan dan ditindaklanjuti.

***

Terima kasih