Desember 02, 2008

PENDEKATAN DAN MASALAH "OPEN-ENDED"

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA[1]

Oleh:

Jero Budi Darmayasa (08709251022)[2]

A. Pendekatan Open-ended

Pendekatan Open-ended berasal dari Jepang pada tahun 1970'an[3]. Antara tahun 1971 dan 1976, Peneliti Jepang melaksanakan serangkaian proyek penelitian pengembangan dalam metode mengevaluasi keterampilan "berpikir tingkat tinggi" dalam pendidikan matematika dengan menggunakan series Open-ended pada tema tertentu (Becker dan Shigeru, 1997)[4]. Pendekatan ini dimulai dengan melibatkan siswa dalam masalah Open-ended yang mana didesain dengan berbagai jawaban benar " tidak lengkap" atau " Open-ended".

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

B.1 Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended[5]

Keunggulan Pendekatan Open-Ended

Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:

a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.

b. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.

c. Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.

d. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

e. Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan Pendekatan Open-Ended

Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:

a. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.

b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.

c. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.

d. Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

B. Masalah Open-ended

Menurut Suherman dkk (2003; 123)[6] problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Sifat "keterbukaan" dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut.

Menyusun masalah open-ended yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagai contoh, guru-guru di Thailand yang sudah terbiasa mengajar dengan mengenalkan konsep, memberi contoh dan mengerjakan latihan, akan terasa sangat sulit untuk membuat beberapa konsep matematika yang kontekstual, yang merupakan bagian penting dari permasalahan open-ended. Jenis masalah yang kontekstual dapat dibentuk sehingga aktivitas matematika yang bersifat alami dapat dihasilkan. Sebagai gantinya, memberikan instruksi dapat dilakukan dengan menyampaikan permasalahan kontekstual yang dapat disajikan dalam sebuah cerita.

Oleh karena itu, perlu perhatian dan pelatihan khusus untuk mengkonstruksi masalah open-ended. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang[7], ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:

· Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.

· Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.

· Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.

· Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.

· Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.

· Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

Dengan cara ini, mudah bagi siswa untuk memulai aktivitas/belajar matematika dari permasalah open-ended. Juga diharapkan kepada guru untuk berusaha mendesain permasalahan open-ended yang terkait dengan siswa.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124)[8] ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Dalam metode mengajarnya, satu permasalahan Open-ended ditujukkan kepada siswa, dikerjakan dengan menggunakan banyak cara yang benar dan ternyata memberikan pengalaman untuk menemukan sesuatu yang baru selama proses pemecahan masalahnya. Aktivitas matematika yang dihasilkan dengan menggunakan masalah Open-ended sangat banyak dan cerdik sehingga guru dapat mengevaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi.

B.1. Contoh Masalah Open-ended

1. Suatu persegipanjang luasnya 48 cm. Berapa cm kemungkinan panjang dan lebar persegipanjang tersebut?[9]

Jawaban siswa dengan variasi 1

L = p × l

48 = p × l

Jadi p = 8 dan l = 6 sehingga 8 × 6 = 48.

Jawaban siswa dengan variasi 2:

L = p × l

48 = p × l

Jawaban yang benar adalah p = 12 cm dan l = 4 cm karena 12 cm × 4 cm = 48 cm 2

Jawaban siswa dengan variasi 3:

L = p × l

48 = p × l

48

p

l

8

6

12

4

24

2

Jadi, bila p= 8 cm maka l = 6 cm

Bila p = 12 cm maka l = 4 cm

Bila p = 24 cm maka l = 2 cm

*******



[1] Tugas Mata Kuliah Metode Pembelajaran Matematika.

[2] Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika UNY

[3] Imprasitha, Maitree. Open-ended Approach and Teacher Education. Center for Research in Mathematics Education. Faculty of Education, Khon Kaen University, 40002, Thailand.

[4] Imprasitha, Maitree. Open-ended Approach and Teacher Education. Center for Research in Mathematics Education. Faculty of Education, Khon Kaen University, 40002, Thailand.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mas jero.. saya mau tanya buku2apa saja yang bisa dijadikan referensi untuk membahas permasalahan pendekatan open ended
terima kasih.